Sepotong narasi
setelah akhirnya siang usai juga menanam cahaya di setiap tungku-ingatan
deru kian desing mencabut aksara gulana jiwa dengan peristiwa miriskan hati setiap senjanya menjelma
negeri wasior tercinta, air mata seribuan menetas ketanah jadi saksi bisu abadi
setelah tanah begitu pongah, apakah lagi semesta alam yang tak seroja merona di sungging senyuman angin dan kicau burung petandang di dahan-dahan musim
saudaraku mengirimkan tanya lewat suara menderu di bukit awan kelam
bukan lantaran cinta yang tiada tumbuh di sana
atau karena gadisnya yang elok tak lagi memandikan wajah di batu-batu pancuran
"ini persoalan undang-undang katanya"
kemerdekaan menjadi alasan mereka menistakan cinta menikam bumi tanpa pamit
saudaraku di akhir suratnya lewat angin
"tengoklah angin kian risau menderu dari bukit kebukit yang lapang"
di jalan perempatan kota bulukumba
Label: sastra
2 Comments:
salam laut
By
Ivan Kavalera, at 17 Oktober 2010 pukul 07.53
salam laut kembali, thank,s
By
Arie M Dhirganthara, at 24 Oktober 2010 pukul 21.10
Posting Komentar
<< Home